• Sabtu, 23 September 2023

Tanah Abang Sepi, DPD: Segera Mitigasi, Perubahan Pola Belanja atau Penurunan Daya Beli

- Senin, 18 September 2023 | 13:30 WIB
LaNyalla (Bonsernews.com/DPD RI)
LaNyalla (Bonsernews.com/DPD RI)

BONSERNEWS.com - Sepekan ini media massa marak memberitakan sepinya Pasar Tanah Abang sebagai pusat perkulakan terbesar di ibukota. Hal itu menjadi sorotan Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti. Mengingat sebaran barang Tanah Abang ke seluruh daerah di tanah air.

“Pemerintah harus segera melakukan mitigasi dan punya informasi akurat berbasis data. Sepinya ini karena terjadi perubahan pola belanja masyarakat, atau penurunan daya beli masyarakat. Ini penting untuk menentukan kebijakan berikutnya,” katanya, Senin 18 September 2023.

Mantan Ketua KADIN Jatim itu tidak yakin bila perubahan pola belanja dari direct ke online berpengaruh sebesar itu. Sebab, sebagian pedagang di situ mengaku sudah menempuh pola itu, dengan menawarkan dagangannya melalui online, bahkan live shop. Tapi tetap tidak ada pembeli.

Baca Juga: Hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Menentukan Pilihan Saat Belanja Online: Penting supaya Tidak Gagal Paham!

“Saya juga kurang yakin bila penjualan online dari negara lain menjadi sebab utama, seperti barang dari China yang direct to end customer. Sebab sejak tengah semester sampai saat ini China mengalami kelesuan ekonomi dengan penurunan nilai ekspor dan impornya,” urainya.

LaNyalla menduga penurunan daya beli masyarakat menengah ke bawah sebagai pemicu utama. Apalagi kelesuan ekspor-impor China pasti berpengaruh ke 122 negara mitra, termasuk Indonesia. “Ini harus menjadi fokus mitigasi berbasis data yang akurat. Sebab, banyak variable pembuat penurunan daya beli masyarakat,” imbuhnya.

Baca Juga: Video Viral Aksi Dua Orang WNA Tengah Mengemis di Kawasan Bundaran HI Kebon Kacang, Tanah Abang Jakarta Pusat

Faktor penyumbang penurunan daya beli masyarakat, tambahnya, bisa karena penambahan pengangguran, inflasi harga, kemiskinan baru, dari kalangan rentan miskin menjadi miskin. Sehingga pada akhirnya, sesuai teori basic need, masyarakat menunda belanja, selain untuk makan.

“Yang sering terlambat dideteksi oleh pemerintah adalah lahirnya kelompok miskin baru. Karena sebelumnya mereka tidak terdata sebagai penduduk miskin yang jumlahnya 26 juta itu. Tetapi mereka rentan miskin. Sekali ter-PHK, atau sakit, langsung jatuh miskin. Apalagi mereka yang tidak punya tabungan dan rumah masih sewa,” tuturnya.

Faktor lain tentu ketimpangan, gini rasio dan angka IPM. Inilah pentingnya negara memiliki sistem ekonomi yang berpihak secara berkeadilan. Dengan agenda utama kemakmuran. “Tapi filosofinya harus diingat, kemakmuran tidak akan pernah ada, tanpa keadilan. Wujudkan dulu keadilan sosial,” pungkasnya. []

Editor: Luki Setiawan

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Tidak Bijak APBN Menjadi Jaminan Proyek Kereta Cepat

Kamis, 21 September 2023 | 08:53 WIB

Soal Tarif KCJB, Jokowi: Tidak Ada Subsidi!

Rabu, 13 September 2023 | 14:56 WIB
X